Tak ada pilihan lain bagiku selain abadi. Tetapi abadiku tak mungkin mengabadi dengan sendirinya, sebab semula memang aku tiada kemudian diadakan. Maka abadiku adalah mengabadi dalam keabadian Tuhan, terserah-Nya hingga kapan.
Yang mengabadi adalah "yang hidup" dari diriku, yaitu diri ruhaniku, sedangkan diri ragawiku pasti mati sebab "yang hidup" tak lagi menempati dan meliputi.
Namun diam-diam, tanpa kusadari, tetap saja ada keinginan untuk abadi secara ragawi meski tahu bahwa itu tak mungkin terjadi.
Buktinya apa ?
Buktinya, aku suka foto selfie juga wefie, agar jejakku tetap ada di alam materi, ruang-waktu dunia yang kutempati. Kusematkan foto itu di mana-mana, termasuk di FB ini.
Bahkan ada juga yang sampai mematungkan dirinya sendiri lho, bukan sekedar melukis atau mencetak foto dalam pigura penghias dinding rumah keluarga.
Buktinya lagi, aku juga pasti ingin mempunyai keturunan sebagai penerus keber-ada-anku di alam materi, ruang-waktu dunia yang kutempati.
Juga ada yang menyematkan namanya pada nama anak keturunannya, sebagi jejak eksitensi di alam materi, ruang-waktu yang ditempati.
Diri ragawi ini, karena bersifat materi maka pasti berujung pada kehancuran, kembali kosong sebagaimana asal keterwujudannya yaitu kekosongan.
Tetapi diri ruhani, seharusnya berujung pada penyaksian bukan sekedar pengakuan tentang dari mana dulu berasal, yaitu dari Tuhan itu sendiri.
Sebab itulah, sebenarnya ruang hanyalah alat sementara dan waktu adalah sejengkal jalan yang harus kutempuh atau yang harus dilalui oleh ragawiku atau kemanusiaanku untuk dapat sampai kembali ke hadirat GUSTI.
Maka semoga siapa pun manusianya, termasuk Panjenengan semua dimampukan untuk tetap menjaga kefitrahan diri ruhani masing-masing agar mencapai kesempurnaannya, insan kamil, sehingga panggilan pulang kembali ke GUSTI, dapat disongsong dengan rela dan dan dalam kerelaan GUSTI..
SEMOGA. Saya nunut.
Edisi : ngAbadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar