Pengikut

Jumat, 27 Maret 2020

27 MARET 2020


Himbauan Diam di Rumah (5)

Sri Sugiastuti

Hari ke 12 "Stay at home and work from home" jadi semakin ngehit di medsos. Bu Kanjeng dibuat over load pikirannya. Lagi-lagi senjata utamanya si kaca mata 5 dimensi digunakan. Tanpa kaca mata itu, bisa dipastikan ia akan mengalami galau tingkat dewa.

Sebagai Kepala Sekolah yang bertanggung jawab berlangsungnya US daring, ia harus menghela  napas panjang. Siswa-siswanya  yang dari golongan menengah ke bawah, benar-benar menggerus kesabarannya.

Adanya group sebagai sarana untuk informasi dan petunjuk bagaimana cara mengerjakan soal dengan Google class room justru disalahgunakan untuk cengengesan dan saling membully temannya. Kadang Bu Kanjeng jadi tertawa sendiri ketika membaca postingan siswanya.

 " Sudah selesai, saya capek. Bobo dulu ya!" Padahal masih ada satu sesi lagi yang harus dikerjakan.

 " Aku sudah dulu ya, ngantuk nih."
Temannya menjawab : "Wah kamu kena corona ya.?"

Bu Kanjeng semakin geregetan. Ia langsung meminta admin agar mengunci group. Sisi lain dari suka duka Ujian Sekolah daring akibat " Stay at home and work from home" demi mengantisipasi Covid 19 harus diterima dengan lapang dada.

Sebenarnya untuk mengurangi rasa kekhawatirannya terhadap virus corona, ia ingin  puasa dan menjauh dari medsos. Tapi mana mungkin? Separuh hidup Bu Kanjeng ada di komunitasnya. Tidak heran bila tiga pirantinya terhubung dengan Internet. Gawai, laptop dan Tablet.

Group yang diikuti Bu Kanjeng lumayan banyak. Hampir semuanya ramai. Dari sekian banyak group yang diikuti, ia paling aktif menyimak di group yang menggelar diskusi. Salah satunya di group IIDN ( Ibu ibu doyan nulis). Di group itu berkumpul ibu ibu penulis dengan berbagai latar belakang. Ada buruh pabrik, tenaga medis, guru TK, pedagang online, penulis, blogger, pustakawati, penguasa sampai istri pejabat.

Menyikapi celoteh mereka Bu Kanjeng hanya sesekali komen. Bagi Bu Kanjeng keberadaan group tersebut di saat ada himbauan Stay at home and work from home memang sangat menghibur dan membuka wawasan baru. Setidaknya apa yang mereka informasi bukan melulu yang berbau hoax. Postingan mereka lebih pada rasa empati, tabayun ( mengklarifikasikan berita yang diterima)memberikan pendapatnya tentang kecemasan warga di sekitar dengan adanya Covid 19.

" Duh kasian perawat yang kebagian jaga di ruang VIP mereka harus banyak bersabar menghadapi pasien ya, maklum dari kelas menengah ke atas, rasa khawatirnya terhadap Covid 19 sangat lebay".

"Bener nggak sih itu rombongan bus dari Jakarta pada mudik ke Wonogiri karena di Jakarta udah susah cari rezeki?"

"Kalau memang berita itu benar, rasanya pengen nangis aja. Konon masker yang dibeli Indonesia dari China itu buatan Indonesia?"

Nah mulai deh kepala Bu Kanjeng cenut-cenut. Berita yang berseliweran memang bisa bikin panik kalau tidak punya filfer untuk menyaringnya. Di sini perlu hati dan pikiran yang jernih agar tidak hilang arah.

Bu Kanjeng tak ingin pikirannya tercemar dengan celoteh yang belum tentu kebenarannya. Tamengnya masih berupa kaca mata 5 dimensi dan rangkaian doa untuk keselamatan negeri ini.

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kenangan di Yogyakarta

  Jogya 14 Juli 2022 Salam literas @asnati