Oleh : Asnati
Menulis adalah
suatu aktivitas untuk menuangkan gagasan, ide, informasi keluhan dan apa pun
yang dirasakan atau ditemukan oleh panca indera melalui sebuah rangkaian huruf
dan kata.
Berbeda dengan ucapan, yang
hanya diungkapkan melalui lisan, sebuah tulisan akan lebih tajam dan abadi,
sedangkan ucapan cepat menguap dan lenyap dari ingatan para pendengarnya. Untuk
itulah kita sering mendengar ungkapan bahwa "Apa yang kita ucapkan akan
menguap, sedangkan apa yang kita tulis akan abadi".
Sebagai sebuah generasi bangsa yang memiliki potensi peradaban luar biasa, kita
dituntut untuk melestarikan warisan kebudayaan dan kelimuan yang telah
diperkenalkan oleh leluhur kita, kita pun dituntut untuk mengembangkannya agar
pondasi kebudayaan dan khazanah keilmuan tersebut bisa eksis di tengah pesatnya
kemajuan teknologi dan persaingan global.
Salah satu cara untuk melestarikan dan mengembangkan warisan intelektual dan
kebudayaan adalah dengan membekali generasi muda dengan keterampilan menulis,
keterampilan ini sangat penting karena akan menjadi media perekam ide, gagasan
dan informasi untuk kemudian bisa diakses dan dijadikan referensi oleh
generasi-generasi berikutnya.
Dalam makalah ini, ada empat hal yang akan dijadikan sebagai barometer urgensi
menulis khususnya bagi generasi muda, bagaimanapun juga pemuda sekarang adalah
pemimpin di masa mendatang, dan generasi muda yang notebone masih energik, akan
lebih leluasa dalam melakukan mobilitas untuk pelestarian dan pengembangan
intelektual dan kebudayaan.
1. Menulis
Sebagai Hobi:
Hobi adalah kegemaran utama atau kesukaan. Apapun yang menjadi hobi seseorang
akan diprioritaskan dalam skala aktivitas kesehariannya. Tidak jarang langkah
awal seorang penulis profesional, adalah memposisikan aktivitas menulis sebagai
sebuah hobi dan kegemaran, menanamkan tekad dalam dirinya bahwa menulis bisa
dilakukan kapan dan dimana saja.
2. Menulis Sebagai Profesi:
Hobi menulis pada level tertentu bisa menjadi sebuah pekerjaan yang
menghasilkan uang. Para wartawan di media-media cetak dan online, baik yang
masih pemula maupun yang sudah senior dan menjadi pemimpin di lembaganya,
adalah mereka yang menghidupi diri dan keluarganya dari hasil jerih payah
sebagai "kuli tinta".
Para penulis kelas amatir yang hasil tulisannya jauh dari sorotan publik, adalah
kader-kader signifikan bagi dunia jurnalistik. Mereka akan terus eksis dengan
aktivitas menulisnya pada saat dibarengi dengan pelatihan dan pendidikan
tulis-menulis, kemudian menyeriusinya dengan bergabung sebagai wartawan di
sebuah media cetak, baik tingkat lokal semisal Radar Cirebon maupun tingkat
nasional seperti Jawa Pos.
Dengan berkarir di dunia jurnalistik, sesorang yang memiliki kegemaran menulis
akan menemukan dua hal sekaligus, yaitu pelampiasan hobi dan profesi yang akan
menghasilkan materi sebagai biaya hidup.
3. Menulis Sebagai Media Dakwah:
Seorang da'i dan pendidik dapat melakukan aktivitas dakwah dan pendidikannya
melalui tulisan. Santri yang menguasai disipilin ilmu agama dan memiliki
tanggung jawab dalam proses Amar Ma'ruf Nahi Munkar akan lebih sempurna jika
dibarengi dengan usaha menuangkan materi dakwahnya ke dalam sebuah tulisan.
Pada saat pesan-pesan keagamaan dan pendidikannya dikonsumsi oleh masyarakat
melalui tulisan, maka para pembacanya akan lebih terpengaruh jika dibandingkan
dengan dakwah dan pendidikan yang disampaikan secara lisan.
Hal ini tentunya bisa maksimal, pada saat masyarakat yang menjadi target dakwah
dan pendidikan telah memiliki minat baca yang tinggi, seperti di perkotaan.
Apablia masyarakatnya belum memiliki minat baca, maka bagi para da'i dan
pendidik yang ingin mencoba melalui media tulisan harus disertasi dengan usaha
mendorong masyarakat untuk terbiasa membaca.
4.Menulis Sebagai Media Pengembangan Intelektual:
Selain bisa dijadikan sebagai media dakwah, mengajak orang lain untuk melakukan
Amar Ma'ruf Nahi Munkar, aktivitas menulis juga bisa dijadikan sebagai media
pengayaan khazanah keilmuan dan pengembangannya.
Karya tulis ilmiyah dan riset-riset yang dilakukan oleh para ahlinya akan
dikaji dan dijadikan rujukan ilmiyah oleh para pelajar dan pengambil kebijakan.
Karya tulis ilmiyah tersebut akan dikonsumsi, baik pada saat penulisnya masih
hidup maupun pada saat ia telah wafat. Sebagai contoh, para santri di
pesantren-pesantren mengkaji dan mendalami literatur ilmu agama dengan rujukan
kitab-kitab kuning yang merupakan hasil karya ulama-ulama abad sebelumnya.
Epilog:
Empat point yang saya kupas dalam artikel ini memberikan dua kesimpulan
penting: Pertama, urgensi menulis di lihat dari kaitannya dengan personal
generasi muda, yaitu sebagai hobi dan profesi. Kedua, dilihat dari
keberadaannya sebagai wasilah efektif untuk dakwah dan pengembangan
intelektual.
Begitu dahsyatnya pengaruh tulisan terhadap para pembacanya, padahal proses
untuk membuat sebuah tulisan sangat sederhana, hanya membutuhkan keberanian dan
ketekunan untuk menuangkan apa yang ada dalam pikiran baik berupa ide, gagasan,
informasi maupun pengalaman.
Untuk itulah tidak ada pilihan bagi guru, agar membekali diri dengan
keterampilan menulis. Keterampilan ini pada saat yang sama harus diperkuat
dengan pelatihan dan kunjungan lapangan, kunjungan ke sebuah media cetak baik
lokal maupun nasional, hal ini agar bisa melihat secara langsung bagaimana para
wartawan melakukan pekerjaanya.
Keterampilan menulis harus diimbangi dengan minat baca dan analisa yang kuat,
karena ide, gagasan dan informasi akan banyak ditemukan dari referensi-refernsi
yang kita baca.
Makalah ini dibuat pada pelatihan menulis Artikel tanggal 01, sampai 31 Mei 2020, di WAG) yang
diselenggarakan oleh Kng Encom dan kawan- kawan
Salam literasi
asnatisarip@gmail.com
https://myasnati.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar