Penulis :
Asnati, S.TPd., M.TPd
Pemateri : Ukim
Komarudin
Menulis
merupakan ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu, saya merasa sangat penting
agar saya memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya.
lalu saya menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat saya. Saya tak pernah
merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisan saya. Saya juga tidak
perduli dengan ragam atau apa yang
menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Saya
merasa menemukan lebih tentang "saya" dengan menulis. Demikian hal
itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang.
Demikianlah saya menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya.
Selain
menulis apa adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya guru, saya menulis
terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang
harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi
oleh menulis. Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai
dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru. Satu dua
teman berkomentar bahwa tulisan saya bagus. Istilah mereka, tulisan saya
emotif. Kata mereka juga, tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam
cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna
oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggaltulisan saya dapat dijadikan
ceramah atau kultum, dsb.
Karena
komentar tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini
merekam semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada
beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran
seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya.
Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam
tokoh, maka saya menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang
Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan
dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula
buat orang lain (pembaca)
Demikianlah
waktu itu, saya yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di
sekolah menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan
berupaya buku mata pelajaran.
Saya
diinterview terkait dua bagian buku. Pertama, buku bersama yakni buku mata
pelajaran. Kedua, buku pribadi saya, "Menghimpun yang Berserak."
Dalam kesempatan interview itulah saya banyak mendapatkan pengetahuan terkait
tips dan trik menerbitkan buku.
Saya
banyak mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak saya
pikirkan. Pelajaran atau informasi itu awalnya, membuat saya tidak nyaman
karena menabrak prinsip menulis saya. Umpamanya, "Apakah ketika saya menulis buku"menghimpun yang
Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah
ada, apakah buku saya punya nilai tambah
sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya? Untuk kepentingan pasar,
"Apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)?
dst. Terus terang, saya merasa kurang nyaman dengan interview itu. Saya merasa
diam-diam mulai "dipenjara". Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa
orang lain bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan! Begitu,
oleh-oleh pulang dari interview.
Saya
yang tersadar mendapatkan ilmu pengetahuan lebi ketika beliau menjelaskan
tentang tim yang akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak.
Beliau menjelaskan bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab,
beliaulah garda depan yang menentukan naskah itu layak diterbitkan atau
sebaliknya. Menurut teman saya itu, naskah saya sepertinya punya potensi atau "layak" untuk
diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya saya memang harus dipoles di sana
sini.
Saya
yang tersadar mendapatkan ilmu pengetahuan lebi ketika beliau menjelaskan
tentang tim yang akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak.
Beliau menjelaskan bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab,
beliaulah garda depan yang menentukan naskah itu layak diterbitkan atau
sebaliknya. Menurut teman saya itu, naskah saya sepertinya punya potensi atau "layak" untuk
diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya saya memang harus dipoles di sana
sini.
Demikianlah
saya menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak, yang sangat penting dalam proses kreatif
saya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa
dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami itu. Terus terang saking
gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase
yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang
saya menulis bukan untuk hal tersebut.
Akhirnya,
saya mendapat konfirmasi ketika saya dapat kabar bahwa ada meeting terkait
dengan terbitnya buku saya. Pertama, saya menerima buku pribadi, kalau tidak
salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan.
Kedua, saya diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun
yang Berserak". Ini soal bagaimana membuat buku saya laku. Saat itu saya
sangat bodoh dan kurang dapat memberikan masukan hyang berarti. Ketiga, saya
diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan
pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian saya baru akan mendapat
royaltinya. Untuk tersebut juga saya tidak pandai memberi masukan.
Peran
saya kemudian adalah mengusahakan buku saya dapat dinikmati orang lain. Kala
itu agak sulit karena media sosial belum sedasyat sekarang. kebetulan saya
pembicara, saya berupaya menjual buku-buku saya pada kesempatan bicara
tersebut.
Ada
beberapa kejadian menerbitkan buku kembali, kedua, ketiga, keempat, dan
seterusnya hingga yang menjelang terakhir buku, "Arief Rachman Guru".
Semuanya mirip-mirip pengalaman dengan penerbit. Kurang lebih, seperti
itulahkira-kira. mohon maaf apabila kurang lengkap. semoga dapat dilengkapi
ketika nanti tanya jawab.
kriteria
yang dianggap layak untuk diterbitkan. Khususnya terkait buku mata pelajaran,
biasanya mereka mencari buku: (1) menunjukkan penggunaan pendekatan baru; (2)
lebih lengkap; (3) penulisnya memang berkualifikasi luar biasa; (4) Naskah
renyah (enak dibaca); dan diutakan dari
hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik.
Menulis
yang kreatif. Paling lama 6 bulan. Jika tidak ada kabar. Berpindah ke lain hati
(penerbit lain) atau naskah direvisi ulang. menulis di buletin sekolah,
kemudian buletin pendidikan DKI, lalu buletin Diknas, uku Guru juga Manusia bisa terjual banyak karena
bantuan publikasi media sosial yang saaat itu sudah mulai menggejala. Untuk
buku berikutnya, saya mendapatkan berkah dari medsos itu. ipe penulis. Mungkin,
lebih banyak buku yang tidak saya terbitkan daripada yang saya terbitkan. Saya
memang bukan tipe pandai menjual ide. Saya senang menulis. Yang menarik buat
saya tulis, ya saya tulis. Tak peduli tak dilirik penerbit. Tapi Allah maha
pengasih. Beberapa sering dilirik penerbit dan jadi berkah buat keluarga. Yang
interview dari dulu sampai kini sudah saya tahu. Pasti dia editor. Dialah
penentunya. Saya sering berdoa, dan ternyata sering benar, "Dia lebih
pintar dari saya". Minimal soal membuat buku saya laku di pasaran. Semua
buku berkesan. Dia seperti anak saya. Dia ada yang berkembang dan bermakna bagi
masyarakat luas. Ada juga yang diam-diam hanya dibaca sahabat dekat ketika dia
terpuruk di sudut kamarnya. Semuanya saya syukuri. Ia lahir dari saya, saya
bangga atas rezekinya.
Ketika
bertemu penerbit saya sudah bawa naskah utuh. Dari naskah itu kita mulai bicara,
Saya sering diminta menulis terus oleh beberapa penerbit karena beberapa buku
saya yang dipergunakan di lembaga pendidikan terbit terus. mungkin sekarang
sudah jilid belasan. Masalahnya di
pembagian waktu atau prioritas. kelemahannya juga ada di saya. Pribadi saya
kurang bisa kompromi. Tapi percayalah, dari karya Bapak yang sungguh-sungguh
akan ada tawaran berikutnya. Masalahnya, Bapak berkenan membagi waktu dan
prioritas?
saya
termasuk orang yang nggak mau belajar tentang itu. Bisa terkuras energi kita
jika memikirkan hal itu. Itu sebabnya, saya menulis untuk diri saya. Jadi,
ketika itu jadi duit, alhamdulillah. Lalu, saya tak mendapat konfirmasi
sekaligus royalti, padahal di belakang saya mereka menerbitkan dan menjual buku
saya. Silakan. Makan tuh rezeki saya semoga jadi amal yangdipakai kebaikan.
Saya kurang suka dengan hal-hal yang diluar jangkauan saya.
Saya
dulu menulis banyak novel,dan cerpen tapi tidak sampai klimaks sudah
bosan.Bagaimana cara mengatasi nya?
Pertanyaan
kedua,saya suka menulis novel.Tapi,kenapa saya terus mengulang ulang kesalahan
yg sama.Misal tokoh terlalu banyak,jalan cerita mudah ketebak,bagaimana cara
mengatasi nya?
Pertanyaan
ketiga,saya mempunyai asisten penulis novel-->2 teman saya beda kelas dan
teman saya satu kelas.Alasan saya butuh asisten karena mereka sebelumnya pernah
menulis novel di wattpad dan menjadi suka menggambar.Sehingga diharapkan agar
ceritaku bisa dilihat dari sudut pandang bayak orang,tapi apakah langkah itu
sudah betul?
Pertanyaan
ke empat,karena banyak orang yang membatu saya,apakah mereka disertakan dalam
bagian abstrak/pengenalan penulis,editor,yang dihalaman pertama novel?
Bagaimana
cara menulis sesuatu yg sering gagal,agar tidak patah semangat?
Pertanyaan
ke enam,saya seringkali menggambarkan isi novel saya dengan kenyataan yang saya
alami dan sentuhan unsur fiksi,apakah novel itu kira kira laku dipasaran?
Pertanyaan
ke tujuh,saya sering membaca novel remaja lainnya, seperti saga bumi dari Tere
Liye, negeri Lima menara dari Ahmad Fuadi dan yang lain.Untuk mencari
inspirasi,apakah langkah yang saya lakukan sudah benar?
Diduga
Bapak salah memilih kategori ekspresi menulis. Bapak, arus menempatkan diri
sesuai stamina dan kecenderungan Bapak. Ada tipe sprinter, maka pilih cerpen.
Kalau Marathon, pilih novel. Mungkin bertahap ya, pak. dari lari jarak pendek
karen latihan akhirnya bisa lari jarak jauh. Ada yang
disebut, Premis (tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia
adalah sebuah headline yang memegang pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita.
Penulis hebat memulia dari itu, Pak. Percayalah, jika tidak memulia dari situ,
kemungkinannya kalah tenaga, atau ngawur kemana-mana. saya tipe orang yang
sering menyembunyikan karaya jika belum final. Saya orang teater, pak. Saya
suka membuat kejutan dengan membina puncak-puncak cerita. termasuk di sini
kelahiran anak (karya) saya yang mengejutkan. Permasalahan
penulis pemula sering serakah. Jadi penulis sekaligus editor. Akhirnya, nggak
jadi-jadi. Baru satu bab dikoreksi. Baru lima lembar disalahkan sendiri. Ya
Ambyar.
Tulis
saja, nanti ada jurinya: diri sendiri, teman penulis, dan akhirnya editor. Jika
mereka menganggap tulisan bapak nggal laku di pasaran, tapi Bapak bilang itu
bagus tak apa. Ada suatu masa yang dikatakan banyak orang jelek, saat itu malah
dicari dan dibenarkan orang. Membaca yang banyak dan siapa saja
yang Bapak suka. Hebatnya, Tuhan Mahakreatif dan Penyayang. Kita akan tumbuh
menjadi diri sendiri tidak seperti Tere dan lainnya. Memang ada sedikit unsur,
seperti ... tapi dalam dunia imajinassi itu sah. namanya terinspirasi.
Mulailah
menulis dengan membaca buku-buku yang diduga akan mirip ekspresi bentukannya
seperti buku yang akan Bapak buat. Ketika kita datang ke perpustakaan atau toko
buku, kita membaca untuk mendapatkan inspirasi. kadang-kadang, saya membeli buku
atas tujuan seperti itu, Tentang meyakinkan memang dimulai dari Bapak dahulu.
kalau Bapak kurang yakin, celakanya pembaca juga demikian. Mulailah banyak
membaca karya-karya yang bagus yang menjadi minat Bapak. Dari situ, bapak punya
standar sendiri.
penulis
yang baik memang pembaca yang baik. Banyak-banyaklah membaca sehingga akan
mampu menulis. Saya setuju dengan
himbauan menulislah setiap hari. Tapi tolong disertai membaca agar tulisan kita
berkualitas. Itu hukumnya, Het. Menulis
(produktif) pasokannya adalah membaca (receptif).
ada
akhirnya kita akan menjadi diri kita sendiri. Termasuk dalam hal karya. Yulus
akan menemukan warna, tipe, dan kekuatan sendiri dalam menulis. Ketika
teman-teman Yulus memuji tulisan Yulus, maka di saat itulah kualitas naik ke
permukaan. Teruskan dan pupuk kekuatan itu. Sampai kalau serpihan tulisan Bapak
terjatuh di jalanan, ada seorang teman yang mengatrakan kepada Anda bahwa ini
tulisan milik Anda. Kita akan bertanya, "kok tahu sih ini tulisan saya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar